Tok tok tok.. suara ketukan
pintu dari ibuku terdengar begitu mengganggu tidurku. Lalu ibu membuka pintu kamarku.
“Adel ayo bangun” ucapnya.
“Lima menit lagi ya ma..” aku
kembali memejamkan mataku.
“Hari ini hari pertama kamu di
kelas 8 sayang, kamu harus dateng pagi biar gak telat” ibuku masih juga duduk
ditempat tidurku.
“Hmm iya deh ma..” dengan
malas-malasan aku bangun dari tempat tidurku dan bergerak menuju kamar mandi.
Setelah mandi dan bersiap-siap, aku berangkat ke sekolah. Sesampainya di
sekolah…
“Hey Del, kita sekelas lagi!”
suara Bella mengagetkanku. Bella adalah teman sekelasku saat kelas 7.
“Bikin kaget orang aja, serius?
Lo duduk di sebelah bangku gue ya” aku dan Bella kemudian menuju ke kelas baru.
Sesampainya dikelas aku memilih tempat duduk yang menurutku nyaman. Baru saja
aku ingin meletakkan tas ku tiba-tiba saja ada orang yang tak ku kenal
meletakkan tasnya di bangku ku.
“Hey! Ini bangku gue, gue duluan
yang disini!” aku kesal.
“Eitss gak bisa, tas gue udah
keburu nempel duluan tuh sama bangku ini” ucapnya.
“Lo siapa sih? Baru dateng udah main
rebut aja. Rese!” aku mulai memasang raut jutekku.
“Mau tau nama gue? Gue Rico,
sorry deh abis gue pengen duduk disini” Rico mengulurkan tangannya.
“Hih!” aku tak menggubris uluran
tangannya dan langsung menaruh tas ku disebelah tempat duduknya karena bangku
yang lain sudah penuh. Aku menarik tangan Bella dan membawanya keluar kelas.
“Kantin yuk, pagi-pagi udah ada
yang bikin bete aja” aku mengomel dan itu membuat Bella malah tertawa.
“Bentar lagi kan masuk Del” ujar
Bella.
“Oh iya lupa!” aku menepuk
keningku.
“Makanya jangan marah-marah
mulu, jadi lupa kan..” kemudian aku dan Bella kembali ke kelas.
Setiap harinya aku dan Rico
selalu bertengkar. Dan sialnya dalam setiap pelajaran kami berdua selalu saja satu
kelompok. Malam itu dia mengirim pesan padaku untuk menanyakan tugas kelompok. Sejak
saat itu aku menjadi sering berkirim pesan dengan Rico dan di sekolah pun kami
mulai akur walaupun terkadang masih suka bertengkar. Bel istirahat berbunyi,
namun rasanya aku malas sekali bangun dari tempat dudukku.
“Gak jajan lo?” tanya Rico
padaku.
“Males” jawabku singkat.
“Males atau bokek?” Rico tertawa meremehkan.
“Rese banget sih!” aku mulai
meninggikan nada suaraku.
“Eh iya, gue mau cerita nih. Lo
bisa jaga rahasia kan?” tiba-tiba saja nada bicara Rico menjadi serius.
“Cerita aja..” jawabku dengan
nada malas.
“Jutek banget, mmm.. gue suka
sama seseorang” ujarnya dengan nada agak berbisik. Sontak aku langsung kaget.
“Siapa? Bisa juga ya lo suka
sama orang” ujarku sambil tertawa kecil.
“Tunggu aja tanggal mainnya..
Udah ah gue mau jajan” Rico kemudian berjalan meninggalkan kelas. Aku diam.
“Apaan sih tuh orang ga nyambung banget” batinku. Tiba-tiba Bella
datang.
“Hey ngelamun aja lo, kesambet
berabe ntar” lagi-lagi Bella mengagetkanku.
“Apaan sih Bel” desahku.
Hampir setiap hari Rico mengirim
pesan dan menceritakan seseorang yang dia suka itu tapi entah kenapa dia enggan
memberitahu namanya. Dan herannya dia selalu perhatian padaku. Sepertinya aku
mulai suka padanya. Tapi sepertinya dia menyukai orang lain. Ah sudahlah, aku
tak mau terlalu berharap. Suatu hari di sekolah Rico menghampiriku dan
menyerahkan selembar kertas gambar padaku.
“Gue bikin gambar nih buat lo” ujarnya.
“Ha? Ada acara apa lo bikin
gambar buat gue segala? Tapi thanks ya..” aku amati gambarnya.
“Iseng aja. Sip deh..” gambarnya
bagus, gambar sepasang laki-laki dan perempuan. Saat aku ingin meletakkan
gambarnya aku melihat sebuah kalimat di belakang gambar itu. I hope you know, but I always try.
“Apaan
nih?” batinku. Rasanya ingin aku menanyakannya pada Rico namun aku putuskan
untuk mengurungkan niatku itu. Aku terus saja mencerna kalimat itu dan berusaha
menemukan maksudnya. Namun aku tak memberitahu itu kepada siapapun, termasuk Bella.
Sepulang sekolah, Fero, salah
satu temanku menghampiriku.
“Del, suka sama Rico gak?”
sontak aku langsung bingung tak tahu ingin menjawab apa.
“Hah? Emm.. Iya iya” Ah
keceplosan! Aku gelagapan tak tahu harus bilang apa. Fero tersenyum. Tak jauh
dari tempatku berdiri terlihat Rico sedang tersenyum kearahku. Aku semakin tak
karuan. Aku memutuskan untuk terus berjalan dan berusaha terlihat biasa saja.
Keesokan harinya, di kelas aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Perasaanku tak
enak. Ketika sedang pelajaran Bella mengajakku ke toilet, sepertinya dia ingin
mengatakan sesuatu. Aku dan Bella pun kemudian keluar kelas dengan alasan izin
ke toilet.
“Del, lo jadian sama Rico ya?”
kata-kata Bella itu pun membuatku bingung.
“Hah? Enggak Bel, kok lo bisa
ngomong gitu?” Aku berusaha terlihat biasa saja.
“Fero bilang semalem Rico nembak
cewe, kata dia sih Rico suka sama lo tapi dia gak tau Rico nembak siapa. Lo ya?
Apa Rissa? Ah jahat lo ga cerita-cerita ke gue” Gue bingung.
“Semalem emang gue smsan sama
Rico tapi dia gak nembak gue, Bel.. Serius deh” tiba-tiba saja seperti ada
sesuatu yang menusukku.
“Lah terus sama siapa dong?”
tanya Bella.
“Mana gue tau, iya kali Rissa. Udah
yuk balik ke kelas” aku dan Bella kembali ke kelas. Aku sama sekali tak
memperhatikan guru yang sedang menjelaskan. Pikiranku kacau, tubuhku lemas,
sangat lemas.
“Rissa? Apa hubungannya Rico dengan Rissa?” batinku. Aku menoleh
kearah Rico dengan tatapan lemas, cukup lama. Sepertinya dia sadar aku
perhatikan, dia menoleh kearahku dengan tatapan murung dan tak tega. Aku
langsung mengalihkan pandanganku.
Sesampainya
dirumah, aku menangis sejadi-jadinya. Tak lama kemudian Rico mengirim pesan.
Entah kenapa aku malas sekali untuk membalas pesan itu. “Udah punya pacar kok masih aja sms” batinku. Aku hanya membalas singkat
tak bersemangat. Sepertinya dia sadar mengapa aku hanya membalas singkat tak
seperti biasanya. Kemudian Rico menjelaskan semuanya..
From : Rico
Del, lo
kenapa? Gue mau ngomong, sebenernya gue jadian sama Rissa itu secara gak
sengaja. Gue niatnya cuma pengen ngisengin temen-temen. Yang lain sih gak
nanggepin, tapi Rissa ngira itu serius, dia malah nerima sebelum gue kirim sms
lagi kalau itu cuma bercanda. Gue bingung harus gimana, karena gue gak enak
yaudah deh gue jalanin. Gue cuma suka sama lo, Del.. Perasaan gue ke Rissa itu
cuma sebagai temen aja gak lebih, tapi perasaan gue ke lo itu beda.. Maafin
gue..
Aku terdiam, bibirku tiba-tiba saja sulit untuk
bergerak. Aku tak tahu harus membalas apa. “Rico..”
batinku. Aku terharu, mataku mulai berkaca-kaca. Aku kembali menangis..
“Happy anniversary 1 bulan jadian ya, Ris, Co,
longlast!” Pricil memberikan ucapan selamat. Rissa tersenyum senang, sementara
Rico hanya tersenyum kecut. Aku lemas, kembali lemas. Rico menoleh ke arahku. Aku
menunduk. Satu bulan sudah aku menunggu, menunggu sesuatu yang tak pasti.
Beberapa minggu kemudian, Bella memberitahuku kalau Rico dan Rissa sudah putus.
“Hah? Kok bisa, Bel? Kasian
Rissa..” tanyaku.
“Nggak tau, Del” ujar Bella.
Satu
bulan kemudian, sepulang sekolah Rico mengajakku ke suatu tempat.
“Mau kemana, Co?” tanyaku.
“Udah
ikut aja”. Sesampainya di tempat itu Rico berkata..
“Del,
gue mau ngomong sesuatu..” dia menatapku tajam.
“Ngomong
apaan? Santai aja kali serius banget lo” aku tertawa melihat wajahnya yang
begitu serius.
“Mmm,
Del.. lo kan tau kalau gue suka sama lo. Lo mau gak jadi pacar gue? Gue serius
Del gak bohong” tiba-tiba saja aku terdiam kaku. Jantungku berdetak kencang, sangat kencang.
“Rissa gimana, Co?” aku berbicara terbata-bata.
“Gue udah putus sama Rissa sebulan yang
lalu. Gue rasa dia udah baik-baik aja. Gue maunya sama lo..” Aku senang dan
secara refleks senyuman manis tersungging di bibirku.
“Iya, Co..” ujarku.
“Serius, Del? Wohoo!” Rico lompat-lompat tak
karuan. Aku tertawa.
“Jadi
selama ini gambar yang dia kasih sama tulisannya itu sinyal toh..” batinku. Aku rasa hari itu menjadi hari
terbaikku, ya, hari terbaikku.
Pada awalnya, tak ada yang tahu
tentang hubunganku dengan Rico. Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya semua
terbongkar sudah. Rissa juga sepertinya sudah tahu, dia menatap tak enak
padaku. Aku merasa tak enak padanya, sempat merasa bersalah. Tapi akhirnya
Rissa sudah bisa menerima semuanya dan hubungan kami membaik. Aku semakin
sayang dengan Rico, begitu pun sebaliknya. Aku bahagia bersamanya. Rico
mengajarkan banyak hal padaku, aku suka perhatiannya padaku, aku suka cara dia
membuat aku tertawa, aku suka semuanya tentang Rico. Di satu sisi dia bisa
menjadi seseorang yang menyebalkan tetapi di satu sisi dia bisa membuatku
tertawa dan ada satu hal yang aku tidak tahu sebelumnya. Dibalik sifatnya yang
terkadang menyebalkan dan penampilannya yang terkesan ‘selengean’ tetapi dia punya satu sisi dimana dia bisa menjadi
seorang yang romantis. Aku tak ingin kehilangannya, dia sangat berarti bagiku.
Tiga bulan sudah aku menjalani
hubungan dengan Rico. Hubungan kami baik-baik saja. Namun, pada bulan-bulan
berikutnya hubungan kami mulai merenggang. Saat itu aku sudah naik ke kelas 9
dan berbeda kelas dengan Rico. Aku merasa Rico sudah berubah, aku merasa dia
menyembunyikan sesuatu dariku. Aku tanya padanya namun dia bilang semua
baik-baik saja. Aku tak tahu harus berbuat apa, aku benar-benar tidak ingin
kehilangannya.
“Rico, lo kenapa jadi berubah gini? Gue sayang lo Co, apa gue punya
salah? Cerita ke gue ada apa sama lo, gue takut..” aku berusaha menahan air
mata yang seakan-akan sudah tak sabar ingin jatuh.
“Gue gak apa-apa, Del..” ucapnya. Aku tertunduk lemas. Sudah beberapa
hari Rico tak mengirim pesan atau telepon. Perlahan aku kehilangan
perhatiannya, aku kehilangan dia, Rico. Di sekolah pun Rico menjadi lebih
sering diam tak seperti biasanya. Aku tak kuat menahan ini sendiri, kemudian aku
pergi ke rumah Bella dan aku ceritakan semuanya pada Bella.
“Mungkin dia lagi banyak masalah, Del. Lo semangetin dia, lo tunjukkin
ke dia kalau lo selalu ada buat dia. Lo tunjukkin kalau lo sayang banget sama
dia. Lo kasih perhatian lo ke dia, dia pasti ngerti kok. Udah lo jangan nangis,
hapus air mata lo. Kalian pasti bisa lewatin semuanya” ujar Bella sambil
berusaha menenangkan tangisku. Mungkin Bella benar, aku mencoba menenangkan
diri.
Aku semakin tak tahu harus berbuat apa. Aku bingung dengan sikap Rico
yang semakin berubah. Sampai suatu malam, Rico mengirim pesan padaku.
From : Rico
“Hey”
Pesan yang
singkat, ya, singkat sekali namun itu pun sangat berharga bagiku.
To : Rico
“Hey juga.. kemana aja lo? Kok
sekarang jadi jarang contact gue sih?”
From : Rico
“Lo yang kemana aja..”
Jleb!
Tiba-tiba saja seperti ada yang menusuk jantungku dan susah untuk dilepaskan.
Aku tak tahu harus berbuat apa, aku sudah mencoba cara-cara yang diberitahu
Bella padaku namun hasilnya nihil. Aku sudah mencoba untuk lebih perhatian,
namun setiap aku mengirim pesan kepada Rico selalu saja dia tidak membalasnya.
Aku seperti perlahan-lahan mulai rapuh, aku tak tahu lagi harus bagaimana.
Sampai pada keesokan malamnya..
Drrtt.. drrtt.. ada telepon, dari Rico! Aku langsung mengangkatnya.
“Del, gue mau ngomong sesuatu. Tapi lo jangan marah ya..” tiba-tiba saja
jantungku berdetak kencang. Ada apa ini? Aku takut, amat takut.
“Mau ngomong apa?” balasku. “Maafin gue, Del, gue gak bisa lanjutin
hubungan ini. Maaf kalau gue egois, maaf kalau gue gak bisa ngertiin lo. Kita
sekarang temenan aja ya? Please maafin gue, Del. Jangan marah ya..” aku diam.
Air mata ku jatuh begitu saja seakan ikut merasakan bagaimana sakitnya hatiku.
Semakin deras, semakin deras membasahi kedua pipiku.
“Tapi kenapa, Co? Lo udah gak sayang lagi sama gue?” jawabku dengan
terisak-isak. Aku tak kuat menahan tangis karena aku sudah tak kuat menahan
semua rasa sakit ini.
“Gue sayang lo, Del. Tapi gue ngerasa kita udah jauh, please jangan
nangis, Del. Maafin gue..” aku berusaha untuk kuat. Aku tidak ingin terlihat
lemah di depan Rico.
“Ngg, nggak kok nggak nangis.. yaudah sekarang kita temenan. Maaf ya
kalau selama ini gue gak bisa jadi apa yang lo mau..” aku mulai berusaha
menenangkan diri.
“Jangan ngomong gitu, keep smile
ya..”
Malam itu
aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak kuat menahan sakit yang begitu menusukku.
Aku ingin meluapkan semuanya malam itu, mungkin dengan menangis aku bisa
menjadi sedikit lega.
Paginya di kelas aku hanya diam. Diam dengan tatapan kosong, dengan mata
yang berkaca-kaca dan sembab karena menangis semalam tadi. Bella yang kebetulan
satu kelas lagi denganku, menghampiriku.
“Lo kenapa, Del? Mata lo bengkak gitu, abis nangis ya?” aku masih tetap
diam dengan posisiku. Menatap kosong ke arah yang entah kemana.
“Del? Lo kenapa? Cerita ke gue..” tanya Bella sekali lagi.
“Gue.. gue putus sama Rico, Bel” ucapku lemas.
“Kok bisa? Ya ampun sabar ya, Del. Gue ngerti gimana sakitnya elo, udah
lo jangan nangis lagi. Mungkin ini yang terbaik..” Bella berusaha
menenangkanku.
“Iya Bel makasih ya..” ujarku.
Hari ini, seharusnya menjadi hari yang indah bagiku. Ya, hari ini adalah
hari dimana Rico menyatakan perasaannya padaku, dulu. Namun semuanya sudah
berubah, sudah tidak ada lagi yang membangunkanku pagi-pagi untuk mengucapkan Happy Anniversary padaku. Sekarang aku
benar-benar kehilangannya. Sepulang sekolah, aku melihat Rico di dekat kelasku.
Dia menatapku dan hanya tersenyum kecil tak seperti dulu. Dia lalu membalikkan
badannya dan berjalan menuju kelasnya. Aku tertunduk lemas.
“Apa lo masih inget kalau hari
ini anniversary kita, Co?”
batinku. Malamnya dirumah aku menangis, lagi. Mengingat semua kenangan yang
sangat amat tidak mungkin untuk dilupakan begitu saja. Mengingat semuanya, tak
terasa air mata itu semakin deras membasahi pipiku. Ditambah dengan hujan deras
yang seakan ikut merasakan kesedihanku.
“Gue kangen lo, Co. Gue kangen perhatian lo, gue kangen senyum manis lo,
gue kangen sifat lo yang kadang-kadang nyebelin, gue kangen kekhawatiran lo
waktu gue sakit, gue kangen omelan lo waktu gue susah makan, gue kangen ucapan
selamat tidur dan selamat pagi dari lo, gue kangen ucapan lo yang bilang kalau
lo sayang sama gue, gue kangen semuanya, Co.. gue kangen!” aku sekarang hanya
bisa pasrah dengan keadaan. Aku terus mencoba untuk bisa melalui semua ini, aku
berusaha untuk tetap tegar, aku yakin aku pasti bisa. Walaupun aku dan Rico
sekarang hanya berteman, namun aku akan tetap menjaga pertemanan ini agar tetap
utuh. Andai saja waktu bisa diulang, aku ingin kembali ke masa-masa indah itu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar