Minggu, 15 Januari 2012

Sebuah Kenangan Manis

Tok tok tok.. suara ketukan pintu dari ibuku terdengar begitu mengganggu tidurku.  Lalu ibu membuka pintu kamarku.
“Adel ayo bangun” ucapnya.
“Lima menit lagi ya ma..” aku kembali memejamkan mataku.
“Hari ini hari pertama kamu di kelas 8 sayang, kamu harus dateng pagi biar gak telat” ibuku masih juga duduk ditempat tidurku.
“Hmm iya deh ma..” dengan malas-malasan aku bangun dari tempat tidurku dan bergerak menuju kamar mandi. Setelah mandi dan bersiap-siap, aku berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah…

“Hey Del, kita sekelas lagi!” suara Bella mengagetkanku. Bella adalah teman sekelasku saat kelas 7.
“Bikin kaget orang aja, serius? Lo duduk di sebelah bangku gue ya” aku dan Bella kemudian menuju ke kelas baru. Sesampainya dikelas aku memilih tempat duduk yang menurutku nyaman. Baru saja aku ingin meletakkan tas ku tiba-tiba saja ada orang yang tak ku kenal meletakkan tasnya di bangku ku.
“Hey! Ini bangku gue, gue duluan yang disini!” aku kesal.
“Eitss gak bisa, tas gue udah keburu nempel duluan tuh sama bangku ini” ucapnya.
“Lo siapa sih? Baru dateng udah main rebut aja. Rese!” aku mulai memasang raut jutekku.
“Mau tau nama gue? Gue Rico, sorry deh abis gue pengen duduk disini” Rico mengulurkan tangannya.
“Hih!” aku tak menggubris uluran tangannya dan langsung menaruh tas ku disebelah tempat duduknya karena bangku yang lain sudah penuh. Aku menarik tangan Bella dan membawanya keluar kelas.
“Kantin yuk, pagi-pagi udah ada yang bikin bete aja” aku mengomel dan itu membuat Bella malah tertawa.
“Bentar lagi kan masuk Del” ujar Bella.
“Oh iya lupa!” aku menepuk keningku.
“Makanya jangan marah-marah mulu, jadi lupa kan..” kemudian aku dan Bella kembali ke kelas.

Setiap harinya aku dan Rico selalu bertengkar. Dan sialnya dalam setiap pelajaran kami berdua selalu saja satu kelompok. Malam itu dia mengirim pesan padaku untuk menanyakan tugas kelompok. Sejak saat itu aku menjadi sering berkirim pesan dengan Rico dan di sekolah pun kami mulai akur walaupun terkadang masih suka bertengkar. Bel istirahat berbunyi, namun rasanya aku malas sekali bangun dari tempat dudukku.
“Gak jajan lo?” tanya Rico padaku.
“Males” jawabku singkat.
“Males atau bokek?” Rico tertawa meremehkan.
“Rese banget sih!” aku mulai meninggikan nada suaraku.
“Eh iya, gue mau cerita nih. Lo bisa jaga rahasia kan?” tiba-tiba saja nada bicara Rico menjadi serius.
“Cerita aja..” jawabku dengan nada malas.
“Jutek banget, mmm.. gue suka sama seseorang” ujarnya dengan nada agak berbisik. Sontak aku langsung kaget.
“Siapa? Bisa juga ya lo suka sama orang” ujarku sambil tertawa kecil.
“Tunggu aja tanggal mainnya.. Udah ah gue mau jajan” Rico kemudian berjalan meninggalkan kelas. Aku diam.
“Apaan sih tuh orang ga nyambung banget” batinku. Tiba-tiba Bella datang.
“Hey ngelamun aja lo, kesambet berabe ntar” lagi-lagi Bella mengagetkanku.
“Apaan sih Bel” desahku.

Hampir setiap hari Rico mengirim pesan dan menceritakan seseorang yang dia suka itu tapi entah kenapa dia enggan memberitahu namanya. Dan herannya dia selalu perhatian padaku. Sepertinya aku mulai suka padanya. Tapi sepertinya dia menyukai orang lain. Ah sudahlah, aku tak mau terlalu berharap. Suatu hari di sekolah Rico menghampiriku dan menyerahkan selembar kertas gambar padaku.
“Gue bikin gambar nih buat lo” ujarnya.
“Ha? Ada acara apa lo bikin gambar buat gue segala? Tapi thanks ya..” aku amati gambarnya.
“Iseng aja. Sip deh..” gambarnya bagus, gambar sepasang laki-laki dan perempuan. Saat aku ingin meletakkan gambarnya aku melihat sebuah kalimat di belakang gambar itu. I hope you know, but I always try.
 “Apaan nih?” batinku. Rasanya ingin aku menanyakannya pada Rico namun aku putuskan untuk mengurungkan niatku itu. Aku terus saja mencerna kalimat itu dan berusaha menemukan maksudnya. Namun aku tak memberitahu itu kepada siapapun, termasuk Bella.
               
Sepulang sekolah, Fero, salah satu temanku menghampiriku.
“Del, suka sama Rico gak?” sontak aku langsung bingung tak tahu ingin menjawab apa.
“Hah? Emm.. Iya iya” Ah keceplosan! Aku gelagapan tak tahu harus bilang apa. Fero tersenyum. Tak jauh dari tempatku berdiri terlihat Rico sedang tersenyum kearahku. Aku semakin tak karuan. Aku memutuskan untuk terus berjalan dan berusaha terlihat biasa saja. Keesokan harinya, di kelas aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Perasaanku tak enak. Ketika sedang pelajaran Bella mengajakku ke toilet, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Aku dan Bella pun kemudian keluar kelas dengan alasan izin ke toilet.
“Del, lo jadian sama Rico ya?” kata-kata Bella itu pun membuatku bingung.
“Hah? Enggak Bel, kok lo bisa ngomong gitu?” Aku berusaha terlihat biasa saja.
“Fero bilang semalem Rico nembak cewe, kata dia sih Rico suka sama lo tapi dia gak tau Rico nembak siapa. Lo ya? Apa Rissa? Ah jahat lo ga cerita-cerita ke gue” Gue bingung.
“Semalem emang gue smsan sama Rico tapi dia gak nembak gue, Bel.. Serius deh” tiba-tiba saja seperti ada sesuatu yang menusukku.
“Lah terus sama siapa dong?” tanya Bella.
“Mana gue tau, iya kali Rissa. Udah yuk balik ke kelas” aku dan Bella kembali ke kelas. Aku sama sekali tak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan. Pikiranku kacau, tubuhku lemas, sangat lemas.
“Rissa? Apa hubungannya Rico dengan Rissa?” batinku. Aku menoleh kearah Rico dengan tatapan lemas, cukup lama. Sepertinya dia sadar aku perhatikan, dia menoleh kearahku dengan tatapan murung dan tak tega. Aku langsung mengalihkan pandanganku.
                Sesampainya dirumah, aku menangis sejadi-jadinya. Tak lama kemudian Rico mengirim pesan. Entah kenapa aku malas sekali untuk membalas pesan itu. “Udah punya pacar kok masih aja sms” batinku. Aku hanya membalas singkat tak bersemangat. Sepertinya dia sadar mengapa aku hanya membalas singkat tak seperti biasanya. Kemudian Rico menjelaskan semuanya..

From : Rico
Del, lo kenapa? Gue mau ngomong, sebenernya gue jadian sama Rissa itu secara gak sengaja. Gue niatnya cuma pengen ngisengin temen-temen. Yang lain sih gak nanggepin, tapi Rissa ngira itu serius, dia malah nerima sebelum gue kirim sms lagi kalau itu cuma bercanda. Gue bingung harus gimana, karena gue gak enak yaudah deh gue jalanin. Gue cuma suka sama lo, Del.. Perasaan gue ke Rissa itu cuma sebagai temen aja gak lebih, tapi perasaan gue ke lo itu beda.. Maafin gue..

Aku terdiam, bibirku tiba-tiba saja sulit untuk bergerak. Aku tak tahu harus membalas apa. “Rico..” batinku. Aku terharu, mataku mulai berkaca-kaca. Aku kembali menangis..
                 “Happy anniversary 1 bulan jadian ya, Ris, Co, longlast!” Pricil memberikan ucapan selamat. Rissa tersenyum senang, sementara Rico hanya tersenyum kecut. Aku lemas, kembali lemas. Rico menoleh ke arahku. Aku menunduk. Satu bulan sudah aku menunggu, menunggu sesuatu yang tak pasti. Beberapa minggu kemudian, Bella memberitahuku kalau Rico dan Rissa sudah putus.
“Hah? Kok bisa, Bel? Kasian Rissa..” tanyaku.
“Nggak tau, Del” ujar Bella.

                Satu bulan kemudian, sepulang sekolah Rico mengajakku ke suatu tempat.
“Mau kemana, Co?” tanyaku.
“Udah ikut aja”. Sesampainya di tempat itu Rico berkata..
“Del, gue mau ngomong sesuatu..” dia menatapku tajam.
“Ngomong apaan? Santai aja kali serius banget lo” aku tertawa melihat wajahnya yang begitu serius.
“Mmm, Del.. lo kan tau kalau gue suka sama lo. Lo mau gak jadi pacar gue? Gue serius Del gak bohong” tiba-tiba saja aku terdiam kaku. Jantungku berdetak kencang, sangat kencang.
“Rissa gimana, Co?” aku berbicara terbata-bata.
“Gue udah putus sama Rissa sebulan yang lalu. Gue rasa dia udah baik-baik aja. Gue maunya sama lo..” Aku senang dan secara refleks senyuman manis tersungging di bibirku.
“Iya, Co..” ujarku.
“Serius, Del? Wohoo!” Rico lompat-lompat tak karuan. Aku tertawa.
“Jadi selama ini gambar yang dia kasih sama tulisannya itu sinyal toh..” batinku. Aku rasa hari itu menjadi hari terbaikku, ya, hari terbaikku.

                Pada awalnya, tak ada yang tahu tentang hubunganku dengan Rico. Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya semua terbongkar sudah. Rissa juga sepertinya sudah tahu, dia menatap tak enak padaku. Aku merasa tak enak padanya, sempat merasa bersalah. Tapi akhirnya Rissa sudah bisa menerima semuanya dan hubungan kami membaik. Aku semakin sayang dengan Rico, begitu pun sebaliknya. Aku bahagia bersamanya. Rico mengajarkan banyak hal padaku, aku suka perhatiannya padaku, aku suka cara dia membuat aku tertawa, aku suka semuanya tentang Rico. Di satu sisi dia bisa menjadi seseorang yang menyebalkan tetapi di satu sisi dia bisa membuatku tertawa dan ada satu hal yang aku tidak tahu sebelumnya. Dibalik sifatnya yang terkadang menyebalkan dan penampilannya yang terkesan ‘selengean’ tetapi dia punya satu sisi dimana dia bisa menjadi seorang yang romantis. Aku tak ingin kehilangannya, dia sangat berarti bagiku.

                Tiga bulan sudah aku menjalani hubungan dengan Rico. Hubungan kami baik-baik saja. Namun, pada bulan-bulan berikutnya hubungan kami mulai merenggang. Saat itu aku sudah naik ke kelas 9 dan berbeda kelas dengan Rico. Aku merasa Rico sudah berubah, aku merasa dia menyembunyikan sesuatu dariku. Aku tanya padanya namun dia bilang semua baik-baik saja. Aku tak tahu harus berbuat apa, aku benar-benar tidak ingin kehilangannya.
“Rico, lo kenapa jadi berubah gini? Gue sayang lo Co, apa gue punya salah? Cerita ke gue ada apa sama lo, gue takut..” aku berusaha menahan air mata yang seakan-akan sudah tak sabar ingin jatuh.
“Gue gak apa-apa, Del..” ucapnya. Aku tertunduk lemas. Sudah beberapa hari Rico tak mengirim pesan atau telepon. Perlahan aku kehilangan perhatiannya, aku kehilangan dia, Rico. Di sekolah pun Rico menjadi lebih sering diam tak seperti biasanya. Aku tak kuat menahan ini sendiri, kemudian aku pergi ke rumah Bella dan aku ceritakan semuanya pada Bella.
“Mungkin dia lagi banyak masalah, Del. Lo semangetin dia, lo tunjukkin ke dia kalau lo selalu ada buat dia. Lo tunjukkin kalau lo sayang banget sama dia. Lo kasih perhatian lo ke dia, dia pasti ngerti kok. Udah lo jangan nangis, hapus air mata lo. Kalian pasti bisa lewatin semuanya” ujar Bella sambil berusaha menenangkan tangisku. Mungkin Bella benar, aku mencoba menenangkan diri.
               
Aku semakin tak tahu harus berbuat apa. Aku bingung dengan sikap Rico yang semakin berubah. Sampai suatu malam, Rico mengirim pesan padaku.

From : Rico
“Hey”

Pesan yang singkat, ya, singkat sekali namun itu pun sangat berharga bagiku.

To : Rico
“Hey juga.. kemana aja lo? Kok sekarang jadi jarang contact gue sih?”

From : Rico
“Lo yang kemana aja..”

Jleb! Tiba-tiba saja seperti ada yang menusuk jantungku dan susah untuk dilepaskan. Aku tak tahu harus berbuat apa, aku sudah mencoba cara-cara yang diberitahu Bella padaku namun hasilnya nihil. Aku sudah mencoba untuk lebih perhatian, namun setiap aku mengirim pesan kepada Rico selalu saja dia tidak membalasnya. Aku seperti perlahan-lahan mulai rapuh, aku tak tahu lagi harus bagaimana. Sampai pada keesokan malamnya..
               
Drrtt.. drrtt.. ada telepon, dari Rico! Aku langsung mengangkatnya.
“Del, gue mau ngomong sesuatu. Tapi lo jangan marah ya..” tiba-tiba saja jantungku berdetak kencang. Ada apa ini? Aku takut, amat takut.
“Mau ngomong apa?” balasku. “Maafin gue, Del, gue gak bisa lanjutin hubungan ini. Maaf kalau gue egois, maaf kalau gue gak bisa ngertiin lo. Kita sekarang temenan aja ya? Please maafin gue, Del. Jangan marah ya..” aku diam. Air mata ku jatuh begitu saja seakan ikut merasakan bagaimana sakitnya hatiku. Semakin deras, semakin deras membasahi kedua pipiku.
“Tapi kenapa, Co? Lo udah gak sayang lagi sama gue?” jawabku dengan terisak-isak. Aku tak kuat menahan tangis karena aku sudah tak kuat menahan semua rasa sakit ini.
“Gue sayang lo, Del. Tapi gue ngerasa kita udah jauh, please jangan nangis, Del. Maafin gue..” aku berusaha untuk kuat. Aku tidak ingin terlihat lemah di depan Rico.
“Ngg, nggak kok nggak nangis.. yaudah sekarang kita temenan. Maaf ya kalau selama ini gue gak bisa jadi apa yang lo mau..” aku mulai berusaha menenangkan diri.
“Jangan ngomong gitu, keep smile ya..”
Malam itu aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak kuat menahan sakit yang begitu menusukku. Aku ingin meluapkan semuanya malam itu, mungkin dengan menangis aku bisa menjadi sedikit lega.
Paginya di kelas aku hanya diam. Diam dengan tatapan kosong, dengan mata yang berkaca-kaca dan sembab karena menangis semalam tadi. Bella yang kebetulan satu kelas lagi denganku, menghampiriku.
“Lo kenapa, Del? Mata lo bengkak gitu, abis nangis ya?” aku masih tetap diam dengan posisiku. Menatap kosong ke arah yang entah kemana.
“Del? Lo kenapa? Cerita ke gue..” tanya Bella sekali lagi.
“Gue.. gue putus sama Rico, Bel” ucapku lemas.
“Kok bisa? Ya ampun sabar ya, Del. Gue ngerti gimana sakitnya elo, udah lo jangan nangis lagi. Mungkin ini yang terbaik..” Bella berusaha menenangkanku.
“Iya Bel makasih ya..” ujarku.
               
Hari ini, seharusnya menjadi hari yang indah bagiku. Ya, hari ini adalah hari dimana Rico menyatakan perasaannya padaku, dulu. Namun semuanya sudah berubah, sudah tidak ada lagi yang membangunkanku pagi-pagi untuk mengucapkan Happy Anniversary padaku. Sekarang aku benar-benar kehilangannya. Sepulang sekolah, aku melihat Rico di dekat kelasku. Dia menatapku dan hanya tersenyum kecil tak seperti dulu. Dia lalu membalikkan badannya dan berjalan menuju kelasnya. Aku tertunduk lemas.
“Apa lo masih inget kalau hari ini anniversary kita, Co?” batinku. Malamnya dirumah aku menangis, lagi. Mengingat semua kenangan yang sangat amat tidak mungkin untuk dilupakan begitu saja. Mengingat semuanya, tak terasa air mata itu semakin deras membasahi pipiku. Ditambah dengan hujan deras yang seakan ikut merasakan kesedihanku.
“Gue kangen lo, Co. Gue kangen perhatian lo, gue kangen senyum manis lo, gue kangen sifat lo yang kadang-kadang nyebelin, gue kangen kekhawatiran lo waktu gue sakit, gue kangen omelan lo waktu gue susah makan, gue kangen ucapan selamat tidur dan selamat pagi dari lo, gue kangen ucapan lo yang bilang kalau lo sayang sama gue, gue kangen semuanya, Co.. gue kangen!” aku sekarang hanya bisa pasrah dengan keadaan. Aku terus mencoba untuk bisa melalui semua ini, aku berusaha untuk tetap tegar, aku yakin aku pasti bisa. Walaupun aku dan Rico sekarang hanya berteman, namun aku akan tetap menjaga pertemanan ini agar tetap utuh. Andai saja waktu bisa diulang, aku ingin kembali ke masa-masa indah itu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar